Halaman

Jumat, 22 Oktober 2010

KAPASITAS JALUR/TRACK JALAN REL

Oleh :

Nama : Novika Candra F.

NPM : 0615011092

unila-2

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Transportasi merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Terdapat hubungan erat antara transportasi dengan jangkauan dan lokasi kegiatan manusia, barang, dan jasa. Dalam kaitannya dengan kehidupan dan kegiatan manusia, transportasi mempunyai peran signifikan dalam aspek-aspek sosial, ekonomi, lingkungan, politik serta pertahanan, dan keamanan.

Kegiatan transportasi atau perangkutan di Indonesia pada umumnya dilayani oleh tiga jenis moda yaitu angkutan darat, laut, dan udara. Pengertian perangkutan darat seringkali diartikan dengan angkutan melalui jalan raya saja, padahal terdapat sistem perangkutan yang lebih luas, seperti perangkutan kereta api.

Angkutan kereta api merupakan alternatif moda transportasi yang memiliki peranan penting dalam rangka meningkatkan mobilitas orang dan barang, yang memiliki kelebihan-kelebihan dibandingkan dengan moda angkutan darat lainnya. Kereta api mempunyai keunggulan seperti memungkinkan jangkauan pelayanan transportasi barang dan orang dalam kapasitas angkut yang besar, penggunaan energi relatif kecil, dan polusi yang dihasilkan relatif kecil.

Kondisi jalan lintas Sumatera yang hancur dan angkutan sungai di Sumatera Selatan, termasuk Sungai Musi yang mulai terhambat dengan pendangkalan membuat angkutan kereta api menjadi alternatif utama untuk perangkutan yang menghubungkan Provinsi Lampung dengan Provinsi Sumatera Selatan.

Agar angkutan kereta api dapat menjalankan fungsinya dengan maksimal maka sarana dan prasarana yang dapat menunjang kinerja perkeretaapian seperti jalan rel, jembatan, sistem persinyalan atau pengamanan kereta api dan prasarana lainnya harus dapat dikembangkan dan dipelihara oleh pihak penyedia angkutan kereta api, pengguna, dan masyarakat di sekitar sarana dan prasarana angkutan kereta api tersebut.

B. Tujuan

Penulisan makalah ini mempunyai beberapa tujuan yaitu :

1. Menganalisa kapasitas lintasan kereta api.

2. Menganalisa daya angkut lintas dan membandingkan dengan profil jalan rel ekisting.

II. PEMBAHASAN

A. Pengertian Kapasitas Lintas

Yang dimaksud kapasitas jalan adalah arus maksimum per jam dimana orang atau barang diharapkan melintasi suatu titik atau suatu ruas jalan yang uniform pada satu waktu tertentu pada kondisi jalan, lalu lintas dan pengaturan yang ada. Kondisi jalan adalah kondisi fisik jalan, kondisi lalu lintas adalah sifat lalu lintas (nature of traffic), atau merupakan suatu ukuran efektifitas fasilitas lalu lintas (jalan) untuk mengakomodasi lalu lintas.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kapasitas jalan, diantaranya adalah:

Faktor jalan: lebar lajur, bahu jalan, median, kondisi permukaan jalan, kelandaian jalan, trotoar, dll.

Faktor lalu lintas: komposisi lalu lintas, volume, distribusi lajur, gangguan lalu lintas, gangguan samping, dll

Faktor lingkungan: pejalan kaki, pengendara sepeda , binatang yang menyeberang, dll.

Kapasitas lintas kereta adalah banyaknya atau jumlah kereta api yang dapat lewat atau di jalankan dengan tertib dan aman pada suatu lintas kereta api tertentu dan dalam waktu tertentu.

Kapasitas kereta api dipengaruhi oleh

1. Kecepatan kereta api,

2. Jarak antar stasiun,

3. Faktor efisiensi.

Pada hakikatnya, kereta api terdiri atas 2 komponen yang saling berkaitan dan mempunyai fungsi yang berbeda-beda dan masih mempunyai beberapa bagian lagi dalam menunjang pengoperasian kereta api. 2 komponen tersebut adalah:

Gerbong Kereta

Gerbong mesin (lokomotif)

Gerbong penumpang

Gerbong barang (gerbong biasa, tangki, peti kemas

Gerbong bahan bakar (generator)

Jalur Kereta (rel)

Jalur tunggal

Jalur ganda

Ada perbedaan antara kapasitas kereta api dengan kapasitas jalur kereta api itu sendiri. Kapasitas kereta api dipengaruhi oleh jumlah gerbong, konfigurasi muatan (orang dan barang) dalam rangkaian serta tipe dan kekuatan mesin lokomotif

Kapasitas jalur lebih cenderung barkaitan dengan kondisi geometrik jalur, kemampuan sistem pengendalian, efisiensi sistem operasi di stasiun.

1. Pengendalian angkutan jalan rel

Pengendalian-pengendalian pada sistem transportasi memiliki cakupan yang berbeda-beda. Untuk angkutan darat, angkutan udara, dan juga angkutan jalan rel. Pengendalian angkutan jalan rel merupakan sistem yg paling ekstensif, KA selalu berada dlm kontrol, dg cara membatasi derajat kebebasan & menghindari konflik dg kendaraan lain. Jenis-jenis pengendalian yang dilakukan pada pengendalian jalan rel adalah:

Manual/visual (kontrol pada masinis)

Manual/ signal / sistem blok (kontrol pada masinis dan signal)

Otomatisasi (semi atau full) biasa disebut automatic train operation (ato)

Tidak hanya itu, sistem pengendalian jalan rel juga memakai semapor dan signal, yang mempunyai banyak pengertian pada setiap markanya.

Vertikal / hijau artinya clear

45o / kuning artinya approach

Horisontal/ merah artinya berhenti atau stop

Bisa dikombinasi dg sistem block signal, dimana jalur dibagi dlm beberapa blok
Panjang blok minimum = jarak henti + tingkat keselamatan.

2 Kereta Api tidak boleh berada dalam blok yang sama, kombinasi ini bisa meningkatkan keselamatan & kapasitas.
Jenis signal yang digunakan antara lain adalah

Wayside:

§ di tepi jalur pd ujung blok
§ murah & sederhana

Cabside :

Ruang kontrol KA yang tidak tergantung cuaca & penghalang pandangan.


Kontrol Otomatis terdiri atas :
- Kontrol semi otomatis
Hanya untuk pengoperasian, kontrol naik turun penumpang masih dilakukan oleh personel.
- Kontrol otomatis penuh
Biasa digunakan pada KA tanpa awak.

Penggunaan kontrol otomatis penuh, memiliki keuntungan dan kerugian.
Keuntungan:
a. Jadwal teratur
b. Kapasitas naik
c. Konsumsi energi & suku cadang turun
d. Keselamatan meningkat
Kerugian:
a. Biaya mahal
b. Bisa menimbulkan masalah, terutama pada keadaan darurat, karena tidak ada kontak antara penumpang & awak.

Jika suatu stasiun kereta mempunyai sistem pengendalian angkutan jalan rel yang cukup memadai, dimana benar-benar mampu mengendalikan operasi dari masing-masing kereta, maka kapasitas jalur yang tersedia pun pasti akan dapat dimanfaatkan seefisien mungkin.

2. Efisiensi sistem operasi di stasiun

Sistem operasi kereta api di Indonesia masih belum optimal, karena sistem tarif serta keterbatasan sarana dan prasarana. Padahal efisiensi system operasi stasiun ini juga mempengaruhi kapasitas track/jalur. Kurang optimalnya system operasi kereta api ini menyebabkan terjadinya hirarki scheduling yang panjang, stasiun tidak steril sehingga bisa terjadi free riders. Ada beberapa masalah yang berpengaruh pada system operasi di stasiun kereta api di Indonesia. Diantaranya dengan adanya multi tarif/kelas yang mempersulit sistem operasi dan pengelolaan stasiun. Hal ini yang pada akhirnya hanya akan menimbulkan Banyak hambatan di perlintasan sebidang sedangkan sarana dan prasarana tidak mencukupi. Untuk mengatasi masalah-masalah menyangkut sistem operasi stasiun ini, sebenarnya sudah dilakukan beberapa tindakan, seperti Meningkatkan pengamanan pada akses masuk ke emplasemen penindakan terhadap free riders dan penumpang di atas gerbong. Namun mengingat kondisi lalu-lintas dan tingkat pelayanan yang belum mampu menarik minat masyarakat untuk menggunakan sarana angkutan kereta api. Bila dibandingkan dengan Negara lain, sistem operasi stasiun di Indonesia masih sangat jauh ketinggalan.

Gambar 1. Perbandingan suasana kereta api Indonesia dengan beberapa Negara lain.

Dapat dilihat kondisi para penumpang yang berada dalam kereta api dan dapat langsung ditarik kesimpulan mengenai keadaan sistem operasi stasiun. Pengertian operasi kereta api adalah aktivitas atau hal yang berkaitan dengan menjalankan kereta api. Termasuk juga ticketing, pergerakan kereta, penyiapan fasilitas (sarana, prasarana, tenaga kerja, energi), penjadwalan, implementasi operasi dan informasi yang berkaitan dengan implementasi kereta api. Jika kondisi pengoperasian kereta api masih belum cukup baik bagi masyarakat, secara otomatis ini pun akan mempengaruhi kapasitas lintas yang ada pada suatu stasiun. Dengan hal ini, banyaknya atau jumlah kereta api yang dapat lewat atau di jalankan dengan tertib dan aman pada suatu lintas kereta api tertentu dan dalam waktu tertentu pada suatu stasiun sudah dapat diperkirakan perhitungannya.

Gambar 2. Perbandingan kondisi stasiun di Indonesia dan beberapa Negara

Gambar 3. Kondisi ticketing.

3. Geometri Jalan Rel

Geometri jalan yang dimaksud adalah bentuk dan ukuran jalan rel, baik arah memanjang, maupun melebar, yang meliputi sepur, kelandaian, lengkung horizontal dan lengkung vertikal, peninggian rel, dan pelebaran sepur. Geometri jalan rel harus direncanakan dan dirancang sedemikian rupa sehingga mendapat hasil yang efisien, aman, nyaman, dan ekonomis.

Kondisi geometri jalan rel sangat berpengaruh terhadap kapasitas jalur yang ada. Karena geometri jalan rel yang tidak baik akan menyebabkan tambahan impact pada sarana dan prasarana yang ada. Pada lokomotif diesel electric, dapat memperpendek umur motor traksi (tractor motor), bearing pada roda dan shock absorbes cepat rusak.

Gambar 4. Contoh kondisi geometri jalan rel (lengkung vertikal).

B. Perhitungan Kapasitas Lintas

Kapasitas lintas dapat dihitung dan dianalisis. Berdasarkan data-data yang telah diambil pada PT. Kereta Api Sub Divisi Regional III.2 maka didapatkan hasil perhitungan kapasitas lintas secara teoritis. Perhitungan kapasitas lintas dengan satuan kereta api per hari menggunakan rumus (1), (2) dan (3) yaitu :

1. Perhitungan kapasitas lintas (kaplin)

Kaplin = …………………..(1)

Keterangan :

Kaplin = kapasitas lintas ( KA / hari )

T = waktu tempuh

C1 = waktu pelayanan sinyal blok mekanik

C2 = waktu pelayanan sinyal mekanik

η = Faktor efisiensi

2. Perhitungan waktu tempuh (T)

.............................................(2)

Keterangan :

T = waktu tempuh

D = jarak antar stasiun

V = kecepatan rata- rata

3. Perhitungan kecepatan rata - rata

V = …………….....(3)

Keterangan:

V = kecepatan rata-rata (km/jam)

Vp = kecepatan KA penumpang

Vb = kecepatan KA barang

Np = jumlah KA penumpang

Nb = jumlah KA barang

Waktu tempuh dengan satuan menit di dapat dari jarak stasiun yang dibagi dengan kecepatan rata-rata. Sedangkan kecepatan rata-rata didapat dari perbandingan kecepatan kereta penumpang dan barang dikalikan dengan jumlah kereta penumpang dan barang dengan jumlah kereta penumpang dan barang.

Berikut ini ada beberapa contoh perhitungan kapasitas lintas berdasarkan Gapeka dari tahun 2004 sampai 2008 yang disajikan dalam beberapa tebel dan dapat dibandingkan sendiri hasil anasisis dan perhitungannya dari tahun ke tahun.

Tabel 1. Perhitungan Kapasitas Lintas Tahun 2004.

Sumber : Hasil Perhitungan, 2009.

Tabel 2. Perhitungan Kapasitas Lintas Tahun 2005.

Sumber : Hasil Perhitungan, 2009

Tabel 3. Perhitungan Kapasitas Lintas Tahun 2006.

Sumber : Hasil Perhitungan, 2009

Tabel 4. Perhitungan Kapasitas Lintas Tahun 2007.

Sumber : Hasil Perhitungan, 2009

Tabel 5. Perhitungan Kapasitas Lintas Tahun 2008.

Sumber : Hasil Perhitungan, 2009

C. Daya Angkut Lintas

Daya angkut lintas adalah jumlah angkutan anggapan yang melewati suatu lintas dalam jangka waktu satu tahun. Daya angkut lintas mencerminkan jenis serta jumlah beban total dan kecepatan kereta api yang lewat dilintas bersangkutan, dengan satuan ton/tahun. Daya angkut lintas dihitung dengan persamaan :

Dalam perancangan struktur bagian atas jalan rel digunakan suatu standar sebagai berikut:

Tabel 6. Standar Jalan Rel Indonesia.

Sumber: PT.Kereta Api Indonesia

Dilihat dari tabel maka daya angkut lintas saling berhubungan dengan kelas jalan rel, kecepatan maksimum, tipe rel dan jenis atau jarak bantalan rel.

Daya angkut lintas menyatakan jumlah beban total yang melewati lintas yang bersangkutan, dalam hal ini lintas Sub Drive III.2 Tanjung Karang yaitu meliputi lintas Martapura sampai Pidada dan Tarahan. Untuk tahun 2004, 2005 dan 2006 nilai daya angkut lintasnya sama karena jumlah trip kereta yang beroperasi sama. Sesuai rumus (3) dan (4), yaitu:

T = 360 x S x TE …………………….(3)

TE = Tp + Kb.Tb + K1.T1 ………………(4)

Keterangan :

T = daya angkut lintas (ton/tahun)

TE = tonase ekivalen (ton/hari)

Tp = tonase penumpang dan kereta harian

Tb = tonase barang dan gerbong harian

T1 = tonase lokomotif harian

S = koefisien yang besarnya tergantung pada kualitas lintas

S = 1,1 untuk lintas dengan kereta penumpang yang berkecepatan maksimum 120 km/jam

S = 1,0 untuk lintas tanpa kereta penumpang

Kb = koefisien yang besarnya tergantung pada beban gandar

Kb = 1,5 untuk beban gandar <>

Kb = 1,2 untuk beban gandar > 18 ton

K1 = Koefisien yang telah ditetapkan sebesar 1,4

1. Kelas jalan rel

Perencanaan dan perancangan jalan rel di Indonesia sejak 1986 (dengan peratutran dinas 10 PJKA) menggunakan 1 macam beban gandar saja untuk setiap kelasnya, yaitu 18 ton. Penggunaan satu mavam beban gandar sebesar 18 ton tersebut mempunyai maksud sebagai berikut:

a. Perpindahan kereta api, baik kereta api penumpang maupun barang dari satu sepur ke sepur lainnya yang kelasnya lebih rendah, dapat dilakukan tanpa harus mengurangi muatannya terlebih dahulu.

b. Setiap lokomotif dapat digunakan di semua sepur meskipun kelasnya berbeda.

Dengan satu macam beban gandar tersebut diharapkan akan diperoleh rfisiensi operasi yang lebih baik karena tidak perlu ada waktu yang diperlukan untuk mengurangi muatan atau untuk pergantian lokomotif.

Oleh karena beban gandar ditetapkan sama untuk setiap kelas, maka klasifikasi jalan rel hanya didasarkan atas kapasitas angkut lintas dan atau kecepatan maksimum.

2. Kecepatan maksimum

Dalam transportasi kereta api, dikenal adanya empat kecepatan, yaitu:

· Kecepata perancangan (design speed)

· Kecepatan maksimum (maximum speed)

· Kecepatan operasi (operational speed)

· kecepatan komersial (commercial speed)

Kecepatan maksimum (maximum speed) adalah kecepatan tertinggi yang diijinkan dalam operasi suatu rangkaian kereta api pada suatu lintas. Kecepatan maksimum ini dapat digunakan untuk mengejar kelambatan-kelambatan yang terjadi karena gangguan-gangguan di perjalanan. Penentuan besarnya kecepatan maksimum (maximum speed) dapat dilihat pada tabel 6.

3. Tipe rel

Rel pada jalan rel mempunyai fungsi sebagai pijakan menggelindingnya roda kereta api dan untuk meneruskan beban dari roda kerata api kepada bantalan. Rel ditumpu oleh bantalan-bantalan, sehingga rel merupakan batang yang ditumpu oleh penumpu-penumpu. Pada system tumpuan yang demikian, tekanan tegak lurus dari roda menyebabkan momen lentur pada rel di antara bantalan-bantalan. Selain itu, gaya arah horizontal yang disebabkan oleh gaya angin, goyangan kereta api, dan gaya sentrifugal (pada rel sebelah luar) menyebabkan terjadinya momen lentur arahhorizontal. Agar supaya rel dapat menahan mome-momen tersebut, maka rel dibuat sebagai batang dengan bentuk dasar profil I. terdapat 3 macam bentuk rel, yaitu :

a. Rel berkepala 2

b. Rel jalur (grooved rail)

c. Rel Vignola

Keausan rel terutama terjadi pada bagian kepala, oleh karenanya, dilakukan pembesaran pada begian kepala. Selain karena hal tersebut di atas, hal ini berdasar pada kepala rel merupakan tempat tumpuan roda kereta. Tipe rel yang digunakan untuk jalan rel pada dasarnya adalah sesuai dengan kelas jalan relnya. Dapat dilihat pada tebel 6.

4. Jenis bantalan

Ada bebetrapa jenis bantalan yang dipakai pada konstruksi jalan rel :

· Bantalan kayu

· Bantalan baja

· Bantalan beton

Penggunaaan dan pemilihan jenis bantalan jalan rel adalah berdasarkan kelas jalan rel menurut peraturan konstruksi jalan rel yang berlaku (lihat tebel 6).

5. Jarak bantalan

Secara ideal, jarak bantalan atau jumlah bantalan dalam satu atuan panjang rel tergantung pada hal-hal berikut:

a. Tipe, potongan melintang dan kekuatan rel.

b. Jenis dan kekuatan rel.

c. Balas tempat bantalan diletakkan.

d. Beban gandar, volume dan kecepatan kereta api.

Secara praktis di Indonesia digunakan jarak bantalan sebagai berikut:

a. Jarak bantalan pada lintas lurus ialah 60 cm, sehingga jumlah bantalan yang dipasang adalah 1667 buah untuk tiap 1 meter panjang.

b. Pada tikungan atau lengkung, jarak bantalan adalah 60 cm (diukur pada rel luar).

Jarak ini seragam sepanjang jalur, kecuali pada bantalan tempat sambungan rel berada.

D. Contoh Perhitungan Daya Angkut Lintas

Pada makalah ini contoh perhitungan daya angkut lintas disajikan dalam bentuk tabel dan diambil sampel perhitungan dari beberapa tahun. Pada sub bab ini diambil contoh perhitungan yang telah diteliti dari berbagai rute, yaitu Baturaja – Kotabumi, Kotabumi – Tanjung karang, dan Tanjung Karang – Tarahan.

1. Daya angkut lintas tahun 2004, 2005 dan 2006

Dari perhitungan nilai daya angkut lintas pada koridor Baturaja – Kotabumi, Kotabumi – Tanjung karang, dan Tanjung Karang – Tarahan menunjukkan termasuk kelas jalan rel I dengan kecepatan maksimum 120 km/jam, namun pada realisasinya kecepatannya kurang dari 90 km/jam. Untuk tipe rel dan jenis bantalan telah sesuai karena saat ini pada koridor tesebut memakai tipe R.54 dan jenis bantalan beton.

Untuk koridor KM.3 - Pidada termasuk kedalam kelas jalan rel V dengan kecepatan maksimum 80 km/jam.

Tabel 7. Perhitungan daya angkut lintas tahun 2004, 2005 dan 2006

Sumber : Hasil Perhitungan, 2009

2. Daya angkut lintas tahun 2007

Dari perhitungan nilai daya angkut lintas pada koridor Baturaja – Kotabumi, Kotabumi – Tanjung karang, dan Tanjung Karang – Tarahan menunjukkan termasuk kelas jalan rel I dengan kecepatan maksimum 120 km/jam, namun pada realisasinya kecepatannya kurang dari 90 km/jam. Untuk tipe rel dan jenis bantalan telah sesuai karena saat ini pada koridor tesebut memakai tipe R.54 dan jenis bantalan beton.

Untuk koridor KM.3- Pidada termasuk kedalam kelas jalan rel V dengan kecepatan maksimum 80 km/jam.

Tabel 8. Perhitungan Daya Angkut Lintas Tahun 2007

Sumber : Hasil Perhitungan, 2009

3. Daya angkut lintas tahun 2008

Dari perhitungan nilai daya angkut lintas pada koridor Baturaja – Kotabumi, Kotabumi – Tanjung karang, dan Tanjung Karang – Tarahan menunjukkan termasuk kelas jalan rel I dengan kecepatan maksimum 120 km/jam, namun pada realisasinya kecepatannya kurang dari 90 km/jam. Untuk tipe rel dan jenis bantalan telah sesuai karena saat ini pada koridor tesebut memakai tipe R.54 dan jenis bantalan beton.

Untuk koridor KM.3 - Pidada termasuk kedalam kelas jalan rel V dengan kecepatan maksimum 80 km/jam.

Tabel 9. Perhitungan daya angkut lintas tahun 2008

Sumber : Hasil Perhitungan, 2009

III. PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan materi ini, dapat ditarik beberapa kesimpulan, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Kapasitas jalur/track dapat dihitung dengan rumus:

Kaplin = …………………..(1)

.............................................(2)

V = …………….....(3)

2. Kapasitas dan kualitas kereta api masih belum ammpu menarik minat masyarakat menggunakan kendaraan umum. Hal ini diidentifikasi sabagai akibar dari kapasitas yang rendah, waktu tunggu yang lama, kenyamanan dan keamanan yang rendah, dan juga ringkat keselamatan yang rendah pula.

B. Saran

1. Diharapkan pemerintah Indonesia meningkatkan investasi pemerintah untuk perkeretaapian, dengan maksud agar dapat memenuhi standar kapasitas jalur yang sudah tersedia.

2. Dalam menentukan kapasitas jalur kereta api, diperlukan data-data yang menyangkut beberapa variabel dan pengaruh system operasi stasiun sangat berpengaruh, oleh sebab itu perlu diadakannya pembangunan sarana dan pra sarana kereta api oleh pemerintah dan supaya masalah perkeretaapian Indonesia ini lebih diperhatikan lagi.

IV. DAFTAR PUSTAKA

Tri Utomo, Suryo Hapsoro, Jalan Rel, Jakarta: Beta Ofset.

www.google.com

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………………………………………………….1

B. Tujuan……………………………………………………………………..2

II. PEMBAHASAN

A. Pengertian Kapasitas Lintas………………………………………………..3

B. Perhitungan Kapasitas Lintas………………………………………………10

C. Daya Angkut Lintas………………………………………………………...17

D. Contoh Perhitungan Daya Angkut Lintas…………………………………..20

III. PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………………………………………….24

B. Saran………………………………………………………………………...24